AIR MATA TERAKHIR
Oleh : JRagansan Purba
Written & Published on Facebook : 13 Juni 2011
Written & Published on Facebook : 13 Juni 2011
Pagi itu terasa dingin bagi Ainun karena tidur dengan selimut yang sangat
tipis, tapi tidak sedingin ketika Ainun dan Sutisna tinggal di desa, tepat
dipinggir kebun semangka pemberian mertua. Tapi, kini Ainun sudah tinggal di
kota, jauh dari suasana yang damai di desa. Sementara Sutisna, suami pujaan
hati yang pernah dicintai Ainun tak jelas lagi kabarnya. Mungkin Ainun
juga tidak akan pernah lagi mengingat kalau Sutisna pernah ada dalam
kehidupannya. Ainun telah memilih kehidupan di kota yang dianggap lebih baik,
tanpa beban dan mungkin tanpa sakit hati, walaupun suasananya jauh lebih sepi
dibandingkan kehidupan di desa.
Kota merupakan tempat pilihan yang sangat tepat bagi Ainun untuk menenangkan diri, jauh dari
hiruk pikuk dan juga keramaian. Bahkan terlihat istimewa, Ainun dijemput ke desa bersama iring-iringan
semua warga ketika Ainun akan berangkat ke kota ibarat putri raja. Ainun
kini tinggal di gedung yang lebih mewah dibandingkan gubuk yang dulu ia tempati di
desa, bahkan gedung tersebut dilengkapi pagar tinggi disekelilingnya, lengkap
dengan pengawal. Ainun tak perlu lagi kerja keras mencari nafkah untuk
kehidupannya, ia hanya bersantai setiap hari di salah satu ruangan khusus di
sudut gedung tersebut walaupun ukurannya sangat sempit.
Akan tetapi, mungkin Ainun bosan juga dengan kehidupan yang ia jalani sekarang.
Sesekali ia berdiri dan memaksakan wajahnya untuk tersenyum manis sambil
melihat pancaran cahaya dari jendela kecil di dekat langit-langit ruangan
tersebut. Sambil menyandarkan punggunggnya di tembok yang bertuliskan
kalimat-kalimat yang hampir tak terbaca, Ainun mulai terlihat renta dan tidak
ada lagi senyum di raut wajahnya. Ainun kini terlalu rajin membayangkan
hari-hari indah yang pernah ia jalani bersama Sutisna, walaupun ia tak ingin
lagi hidup bersama lelaki yang pernah ia dambakan tersebut.
Satu-satunya kebahagiaan Ainun adalah menanti lahirnya buah hati yang telah
memasuki usia kandungan tujuh bulan. Ainun sering tertawa berlebihan sambil
mengusap perutnya, hingga pengawal yang setia menjaganya terkadang melihat
dengan pandangan dan perasaan aneh. Tapi Ainun tak jarang juga menangis ketika
terpikir suatu saat buah hatinya lahir dan menanyakan siapa ayahnya, bahkan
Ainun juga tidak ingin anaknya suatu saat nanti tahu bahwa Ainun adalah ibunya,
karena Ainun adalah narapidana yang nekat membunuh Ulis di hari pernikahannya
dengan Sutisna, suami Ainun, ketika Ainun mengandung dua bulan. Tapi Ainun tak
mau lagi meratapi nasib untuk menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi,
ia ikhlaskan anaknya kepada panti asuhan atau siapapun yang rela merawatnya kelak. Ainun
berjanji, tangisan di hari kelahiran buah hatinya adalah air mata terakhir
dalam hidupnya.
"Menangislah jika saat ini air matamu adalah duka,
sehingga ada tempat mengalir untuk air mata bahagiamu"
(JRagansan Purba)
Comments
Post a Comment